Thursday 26 February 2015

Masihkah ada Secangkir kebahagiaan yang tersisah di malam itu?


Ketika sang rembulan tak lagi malu menampakkan wujudnya, ketika malam yang ingin memperlihatkan keindahan para bintang di tengah kegelapan.
Saat-saat yang ditunggu para petani, saat dimana dia bisa beristirahat dengan tenang dan bercanda gurau dengan keluarganya, Disaat yang bersamaan, entah kenapa aku tak dapat merasakan keindaan dan kebahagiaan malam yang selalu aku rasa sebelumnya, kurasakan kegelisahan meracuni jiwaku, membunuh dan menguburku di lembah penderitaan.
“ada apa dengan diriku ini” suara hatiku menjerit seakan tak sanggup menahan kegelisahan dan penderitaan yang aku rasakan saat ini.
Ku pertaruhkan jiwaku untuk kenikmatan ragaku, aku ingin meninggalkan jiwaku sesaat tuk bisa merasakan kebahagiaan yang nampak jelas diujung mata, kebahagiaan yang hakiki, namun mustahil dan tak akan pernah bisa raga ini bahagia tanpa kehadiran jiwaku, "meski sesaat"
Disaat orang-orang sekelilingku tengah merasakan dan menikmati kebahagian lantas kenapa cuma diriku yang merasakan kegelisahan seperti ini.
Aku bertanya kepada diriku sendiri, “ada apa dengan diriku?”
“Kenapa ku tak bisa lepas dari kegelisahan yang tak jelas dan tak patut aku merasakanya?”
“Apa aku wajar merasakan semua ini?”

Ribuan do’a telah aku panjatkan
Ribuan pujian telah aku persembahkan
Ribuan bahkan jutaan ayat ku lantuntan agar bisa menenangkan, namun sampai detik ini aku masih merasa gelisah semakin tak kauran tanpa sebab yang pasti.

“ apa yang harus aku lakukan tuhaan”
“oh, tuhaan sungguh aku merasa tidak kuat menahan pemberianmu (kegelisahan) yang satu ini”
katamu yang tertulis dalam lembaran-lembaran mushaf, kau tak akan memberi cobaan melebihi batas kemampuan, aku percaya itu
dan aku sekarang sudah merasa tak mampu menerima cobaanmu, aku mohon kau cabut cobaan ini atau kau ringankan cobaan ini, aku sudah tak kuasa menahan.

Perlahan ku coba tenangkan diriku, Ku mulai mengurai permasalahan-permasalahan yang membuat kegelisahan mendekatiku, detik demi detik berlalu sampai pergantian hari pun berlalu aku terus mengurai tanpa lelah permasalahan yang aku hadapi, Namun tak kunjung aku temukan.
Entah kapan aku mulai tertidur, tiba-tiba aku terbangun dari tidurku mendengar para kaum hewan sudah bernyanyi gembira menyambut sang fajar pagi yang indah di hari itu.
Malam yang indah telah hilang,
Senyum bahagia sang rembulang telah pudar,
Para bintang telah bersembunyi,
 “Tapi kenapa kegelisahan tak ikut serta meninggalkan aku?” aku bertutur dalam hati dengan nada resah

No comments: