Monday 21 December 2015

Cerpen-Akhir Sebuah Penantian


A K H I R
S E B U A H  P E N A N T I A N
Teruntukmu yang aku nanti







M. Irfan Effendi





















Untuk
Evi Rohmawati Azizah,
Orang yang pertama mengajarkanku arti cinta yang sesungguhnya.












A K H I R
S E B U A H  P E N A N T I A N


Aku hidup bukan hanya untuk menunggu cintamu.
Masih sulit untukku lupakan caramu menyambut jabat tanganku.
Masih sulit untukku lupakan caramu menyapu sapaku.
Masih sulit untukku lupakan caramu membiarkan kasih sayangku mengalir sia-sia di hadapanmu.
Masih sulit untukku lupakan…
***

Sulit ku terima semua keputusan itu.
Yang kini hilang tersapu angin senja.
Masih sulit pula untuk ku lupakan.
Suram dan seram jika ku ingat kembali.
Mungkin harus ku biarkan semua kenangan itu,
agar abadi dalam jengkalan ingatanku.



Teruntukmu


Ma’lamperKu







Pengantar



Kata-kata yang saya kumpulkan menjadi cerita dalam lembaran lembaran ini merupakan cerita nyata.
Cerita-cerita yang terkandung dalam buku ini, sebagian pernah saya publikasikan di Blog, namun semua cerita berserakan itu kini saya buatkan tempat untuk bersama, merangkul dan bermesraan di dalam satu rumah agar mereka merasa nyaman dan betah disana.

Saya tidak pernah memiliki hasrat untuk menuliskan semua ceritaku bersama seorang kekasih. Semua itu terjadi begitu saja. Hal itu bermula saat berakhirnya cerita cintaku bersamanya menjelang hari anniversariku yang ke 3th dan ingin sekali aku memberinya sebuah kado yang mungkin dia bisa simpan sampai kapanpun. Itu harapan saya.

                Kumpulan cerita ini adalah kumpulan cerita perjalanan cinta, berisi lika-liku perjalanan sepasang kekasih yang tak sengaja terekam di dalam otak saya dan saya berusaha meluapkan apa yang ada di dalam otak saya menjadi sebuah tulisan, dan khusus saya dedikasikan kepada pemain utama dalam cerita ini, kekasihku.

Saya bukan seorang penulis atau sedang belajar menulis, saya hanya ingin memberikan sebuah kado yang dapat disimpan dan dilihat kapan pun dan dimanapun bahkan bisa dikenang olehnya.









PART I
Mengenalmu


Pagi ini cerah, namun berbeda dengan suasana sebelumnya, pagi ini terkesan semangatku terbakar oleh hangat mentari yang bersinar di pagi hari. Bangun lebih pagi dari biasanya, berangkat lebih awal dari biasanya, namun sia-sia dan seperti biasa disambut oleh gerbang sekolah yang kusam sudah terkunci rapat. “Sialan, hari ini kan ada upacara pantesan jam segini gerbang jelek ini sudah menghadang” ujarku..

sembari menunggu pasal berapa yang akan di kenakan untukku pagi itu aku bercengkrama dengan sebatang rokok yang mulai terbakar. Setelah upacara selesai pak satpam mulai menggenggam erat gerbang dengan kekuatan yang bertenaga untuk membuka gerbang itu (maklum gerbang tua).

Aku menata rapi mentalku, perlahan aku memasuki area sekolahan dan siap menerima pasal berapa yang aku terima untuk hari ini. Setelah aku menyelesaikan urusanku dengan beberapa guru dengan beberapa pasal yang mereka sudah tentukan untukku hari ini, aku bergegas memasuki kelas untuk mengikuti pelajaran yang sudah berlansung.
***


Teeeng teeeeng teeeeeng…
Suara bel pulang sekolah akhirnya tiba, langsung aku menuju ke arah gerbang untuk pulang. Namun aku melihat dari kejauhan ada beberapa guru menghadang siswa siswi kelas satu agar tidak pulang terlebih dahulu untuk mengikuti program extrakulikuler TPQ pada hari itu.. dengan terpaksa aku mengikuti extra tersebut.
Aku mulai berjalan dan mencari ruang TPQ yang telah ditentukan, aku memasuki ruangan, ruangan yang sangat berisik dipenuhi oleh obrolan-obrolan canda tawa di dalam kelas, aku perlahan masuk ke dalam kelas tersebut dan memilih duduk di bangku paling pojok, tanpa memperdulikan kebisingan disekitarku. Aku hanya memainkan hp ditanganku dan sedikit melihat teman-teman disekelilingku. Namun di sela-sela penglihatanku kepada teman-teman, aku melihat satu gadis yang menurutku masih asing dan entah kenapa aku merasa “ada yang berbeda dengan wanita ini, tapi apa??” gerutku dalam hati..
Masih belum beranjak dari tempat duduk ku. Aku pun memberanikan diri bertanya kepada salah seorang temanku yang berada tepat di depanku dan di samping gadis itu.
“Anaa??” panggilku kepada salah seorang temanku, dan dia pun melihat ke arahku tanpa menjawab panggilanku.

“Emmm, An, gadis disampingmu perasaan aku baru lihat, siapa?”
“oooh, Tanya aja sendiri” jawabnya singkat dengan senyuman khasnya.

Aku tidak menjawabnya. Aku bergegas merapikan posisi dudukku karena guru TPQ sudah masuk dalam ruangan.

“fendi” suara guru TPQ memanggilku
“iya bu” jawabku, “wadduh, pasti disuruh baca nih” dalam hati.
“baca halaman 5 dari ayat 5 sampai 10” serunya.

Tanpa menyahut, aku pun kebingungan karena dihari itu aku lupa membawa buku TPQ. Lalu kuberanikan diri untuk lancang menyentuh pundak gadis yang entah siapa namanya aku belum tahu.
“eee.eembak, be-boleh pinjam bukunya sebentar” ucapku tak tertata saking gugupnya.
Tanpa mengeluarkan kata, gadis tersebut menoleh serta membawa buku di tanganya dan sempat aku lihat dia memberikan sedikit senyuman.

Setelah kubaca sesuai apa yang di instruksikan oleh guru TPQ tersebut, aku bergegas merapikan buku dan segera ingin ku kembalikan dengan tujuan untuk bisa melihat wajahnya kedua kali, syukur-syukur dengan senyuman yang sama.
“mbak” panggilku pelan
Dia pun menoleh kearahku dan Lagi-lagi dia tak menjawab.

“ini bukunya, terimakasih ya” ucapku dengan kulemparkan sedikit senyum
Dia Cuma tersenyum dan segera membelakangiku lagi.

“ee.embak, boleh tau namanya nggak?, aku fendi” ucapku sembari menjulurkan tangan berniat untuk menjabat tanganya.

Dia pun tersenyum dan menjawab “Evi” tanpa menjabat tanganku dan segerah membelakangiku lagi.

Sementara itu tak kusadari kudapati senyuman lebar dari Ana yang sedang memperhatikanku dari awal aku berinteraksi dengan gadis tersebut yang sudah ku ketahui namanya “Evi”.

Seusai extra TPQ aku tak melihat dia lagi, kapan dia beranjak dari tempat duduknya?.. aku pun bergegas keluar kelas mencarinya hanya untuk sekedar melihatnya, namun harapan itu sirna, aku tak menemukanya.

Aku berjalan pulang, dalam perjalananku aku memfikirkan semua hal yang terjadi dalam ruang TPQ, senyuman dia, kemisteriusan dia, dan Senyuman lebar Ana. Ah sudahlah
***


Sore hari selepas pulang sekolah ibukku memintaku untuk mengantarkan beliau kerumah paman didesa yang tak jauh dari desaku, namun di pertengahan jalan hujan turun dengan lebatnya, lantas aku menawarkan bertedu kepada ibu.

“bu, apa tidak sebaiknya kita bertedu dulu. Toh yah hujanya sangat lebat, kalau kita bertamu dengan pakaian basah kuyup kan tidak bagus juga di lihat”, pintaku…
“iya, itu di seberang jalan ada tokoh, kita bertedu disitu menunggu hujan redah” jawabnya…

Segera ku tepikan motorku, dan duduk di depan toko sambil membakar rokok untuk menghilangkan rasa jenuhku menunggu hujan redah. Selang beberapa menit hujan pun redah, namun genangan air di jalan raya belum surut.

Aku melihat dari kejauhan ada 2 wanita memakai seragam sekolah yang menurutku seragamnya sama persis dengan seragamku, dengan sedikit mengangkat roknya berjalan ke arahku dengan sangat hati-hati melewati genangan air.
“siapa mereka?? pasti satu sekolahan denganku”. Gumanku

Mereka semakin mendekat, dan melintas tepat di hadapanku. Namun aku belum tahu nama mereka berdua.
“fendi” sapaan salah satu wanita
“iya” jawabku dengan sedikit senyuman

Namun aku bingung dengan sapaan gadis tersebut, sebenarnya aku mengenali kedua gadis tersebut namun tak disertai dengan namanya, ah sudahlah kapan-kapan pasti keingat sendiri… lamunku
***


Sesampai dirumah, karena sudah waktunya sholat maghrib aku bergegas untuk ke kamar mandi mengambil air wudhu dan entah kenapa tiba-tiba saat aku mulai mengambil air wudhu aku teringat kedua gadis tersebut dan kali ini disertai namanya.
“iyah, 2 gadis tadi Habbah, dan Evi (gadis kemarin yang baru aku kenal di ruangan TPQ)”. Gerutku dalam hati

Seusai sholat maghrib, entah kenapa aku ingin sekali mempunyai nomornya Evi. habbah pasti tidak keberatan untuk membagi nomor evi padaku, segera kuambil HP untuk segera sms habbah.
“habb, tadi sore yang menyapaku itu kamu kan? Apa bener tadi kamu berjalan dengan evi”. Bentuk smsku pada habbah

Tak lama kemudian habbah pun membalas smsku.
“iya fend, kenapa?”
“boleh nggak aku mintak nomornya”
“Ooh, bentar aku tanyakan dulu kepada evi, takutnya dia keberatan”

Belum sempat aku membalas sms habbah, ternyata habbah mengirimiku sms lagi
“085733****0*”
“yes”, dalam hatiku, tanpa membalas pesan dari habbah.

Setelah aku mendapati nomor evi segera aku meneleponya untuk memastikan apa benar ini nomornya, namun sia-sia. Teleponku tidak di jawab. Ah mungkin dia lagi sibuk. Sms sajalah barangkali entar kalau dia sudah tidak sibuk menyempatkan untuk membalas pesanku.
“maaf, apa benar ini Evi”
“iya” dengan cueknya.

Aneh dalam fikirku. Teleponku tidak diangkat tapi dia langsung membalas pesanku secepat ini. Ah tidak penting, yang penting aku bisa berkomunikasi dengan dia, itu sudah sangat cukup.
“kamu yang meminjami aku buku di TPQ kemarin, bukan?”. caraku untuk menyambung percakapan
“iya”

“emang masih ingat siapa aku?”. balasku
“ingat”

“siapa?”. godaku

Percakapanku terputus tanpa ada balasan dari evi, selang beberapa jam, aku beranikan diri untuk memulai percakapan lagi.
“evi lagi sibuk”
“Nggak” jawabnya

“Smsku kok ndak kamu balas?”
“ada apa sih fend, iya-iya aku inget, kamu fendi kan, lagian habbah juga barusan bilang kok kalau kamu mintak nomor aku, ada apa?” Balasnya jutek.

Membaca balasan dari evi yang seperti itu, aku bingung untuk meneruskan percakapan,
“nggak apa-apa kok vi, biar lebih akrab aja” balasku
“oh, yaudh”

Layaknya seorang wartawan yang bertemu seorang selebritis yang sedang naik daun, aku pun memberikan pertanyaan-pertanyaan (kepoo) dalam bahasa sekarang.
Namun entah kenapa saat aku melihat percakapan sekian banyak. Kenapa balasnya sangat singkat sekali? Padahal pesanku panjaaaaaaaang sekali.
Namun biarlah, mungkin ini cara dia memperlakukan seseorang yang baru dia kenal.

“Udah malam, aku tidur dulu ya, disambung besok lagi” caranya untuk mengakhiri komunikasi kita.
“iya, makasih vi, Mimpi indah. J

Dari sekian banyak percakapan, aku cuma mengantongi satu jawaban dari evi yang menurutku sangat penting. Yaitu mengetahui dimana kelasnya. “X RMBI” (RMBI adalah program kelas unggulan yang berada di sekolahan kita).
***


Pagi yang cerah, dengan semangat yang baru aku berangkat ke sekolah dengan harapan bisa bertemu dengan evi lagi. semakinku percepat laju motorku, namun sia-sia dan seperti biasa disambut oleh gerbang sekolah yang kusam sudah terkunci rapat, sembari menunggu pasal berapa yang akan di kenakan untukku pagi itu, aku bercengkrama dengan sebatang rokok yang mulai terbakar. Pagi hariku selalu sama dan terulang persis, disambut oleh si kusam gerbang sekolah.

Setelah aku menyelesaikan urusanku dengan beberapa guru dengan beberapa pasal yang mereka sudah tentukan untukku hari ini, aku bergegas memasuki kelas untuk mengikuti pelajaran yang sudah berlansung.

Aku sudah mengetahui kelasnya, ternyata tak kusadari bahwa kelasnya bersebelahan dengan kelasku. Aku berinisiatif membuat lubang di pintu pembatas kelas di antara kelasku dan kelasnya, entah apa yang menyebabkan rasanya aku selalu ingin melihatnya walau hanya dari pintu rusak pembatas kelas yang sengaja aku lubangi hanya sekedar untuk melihat wajahnya dari kejauhan.
Aku selalu melihat tingkah lakunya, yang terkadang membuatku tersenyum-senyum sendiri.
***


Teeeng teeeeng teeeeeng…
Tak terasa sudah waktunya istirahat, seperti biasa aku kekantin dengan teman-teman, namun kali ini berbeda karena aku sengaja ingin melewati kelasnya dengan harapan bisa bertemu bahkan menyapa dia. Namun sia-sia, aku tak mendapatinya berada di kelas.
Jam istirahatpun sudah selesai, aku pun beranjak memasuki kelas, namun di depan kelas banyak teman teman wanita yang asik ngrumpi dan aku pun berhenti untuk bergabung dalam diskusi terbuka itu.
“lihat ke arah perpustakaan”, ujar tadho (temanku satu kelas) sembari memutar badanku.

Aku melihatnya, aku melihat wanita yang dari tadi ingin sekali aku menjumpainya. Sekarang dia berada di depan perpustakaan dengan teman-temanya sedang melihat kearahku dan memperhatikan caraku bergurau dengan teman-teman wanita yang ada di sekelilingku.

Aku pun menuju perputakaan, dengan tergesa-gesa. Setibanya diperpustakaan aku bisa melihat evi dan menyapanya untuk kedua kalinya “Eviii”, sapaku
Namun dia malah membuang muka, dia berjalan ke arah yang lain, dia menuju kelasnya.
“apa salahku?”, aku terus bertanya, bertanya keras pada hatiku.

Sesampai di kelas, aku mengirimkan sms pada evi “Apa salahku? Tolong beritahu aku, sampai-sampai kau buang muka saat melihatku di perpustakaan tadi?”
Tiada balasan yang aku terima, waktu demi waktu aku menunggu dan tak kunjung juga aku terima satupun balesan dari dia tentang rasa kepenasaranku kepadanya.

teeeeeeng teeeeeeng teeeeeeng,,,...
Suara bel sekolah berbunyi yang bertanda waktu untuk pulang sekolah tiba. Dan sampai saat itu pun aku masih menunggu balasan dia dan tak kunjung aku terima.
****


Sepulang sekolah, seperti biasanya kuhabiskan waktuku untuk sekedar ngumpul bersama teman-teman dan ditemani secangkir kopi dan beberapa batang rokok di warung kopi yang biasa aku kunjungi seusai sekolah.

Namun berbeda dengan biasanya, biasanya yang aku sangat membuat suasana menjadi ramai dan seru, hari ini aku murung, galau, atau apalah yang pada intinya aku masih memikirkan dan berharap mendapat balasan dari evi yang bisa menghapus rasa kegelisahanku tentang sapaanku yang di acuhkan.







PART II
Aku jatuh cinta
Iya. kepadanya


Setelah kita kenal begitu lama, aku mengenal dia dengan ramah, meski diantara kita tak pernah ada satu obrolan atau berbicara langsung, hanya saja komunikasi kita lebih baik dari kemarin, dan sempat satu dua kali berbincang-bincang meski hanya lewat telepon.

Entah kenapa, atau kemasukan malaikat apa tiba-tiba semua perasaanku menjelma, berubah entahlah seperti apa isi otakku waktu itu. Aku menyukainya, menyukai gadis yang tak lama aku kenal.
Aku yakin dia pun begitu, “harapku”. tapi aku tidak pernah pecaya itu, aku tidak pernah percaya bila ia menyukaiku juga, aku hanya berharap begitu banyak padanya.
Aku harus bagaimana?, Apa aku harus mengungkapkan apa yang aku rasakan?, Kalau dia menolakku?.. Kebingunganku dalam hati.

Kuberanikan diri untuk menceritakan apa yang terjadi pada diriku kepada salah seorang teman dekatku, toh meskipun dia tidak memberikan aku masukan pasti akan lega telah berbagi cerita kepadanya dari pada aku simpan sendiri.. lamunku.

Aku membuat janji kepada salah seorang temanku, kita bertemu disebuah warung di desaku dengan mengambil tempat paling pojok agar saat aku bercerita tidak ada yang mendengarkan apa yang aku ceritakan.

Aku menceritakan, semuanya mulai dari aku mengenalnya sampai aku jatuh hati secepat ini pada gadis itu. aku menyusun rencana bersama temanku dengan tujuan untuk menyatakan cinta kepada evi.

Di sebuah pesisir pantai sore hari.. rencanaku berjalan lancar tidak aku pungkiri karena pacar temanku yang satu kelas dengan evi bersedia membantu..
Akhirnya waktu yang mendebarkan telah tiba, dipesisir pantai aku mengungkapkan apa yang aku rasakan selama ini dengan ribuan harapan dia bisa menerima atau ikhlas menerima apa yang aku katakan.

Aku menatapnyaa dengan tatapan tajam yang seolah tercermin keyakinanku padanya, dia tersipuh malu, dan wajahnya mengerut menggambarkan rasa penasaran apa yang akan aku lakukan pada dirinya waktu itu.
Sementara saat yang bersamaan aku mendapati temanku dengan kekasihnya seolah sedang melihat layar tancap dengan wajah meringis dan pekikan tawa yang mereka sembunyikan saat melihatku berjuang untuk kejujuranku.

Aku mulai memberanikan diri menggerakkan bibirku.. “ev, izinkan aku singgah di istana hatimu dan sudihkah kiranya kau untuk menyuguhiku secangkir kasih yang tulus dari hatimu.. [singkatnya] “ev, aku suka sama kamu, bersediakah engkau menjadi kekasihku”.

Setelah aku mengucapkan kata itu, suasana berubah. heniiiing, tak ada suara satu pun yang terdengar bahkan cekikikan tawa temanku pun ikut menghilang..

Hatiku tak karuan, menunggu bibir evi tergerakkan untuk mengucap sesuatu. Dan akhirnya ku melihat bibir itu tebuka dan menjawab “aku masih tidak ingin pacaran, maaf”..

“Bunnuuuuuh, bunnuuuuuuh aku sekaraaaaaaaaaaang” gerutku dalam hati yang diiringi rasa kesal, malu campur aduk..
***


Sejak kejadian itu, entah siapa yang menceritakan itu semua kepada teman sekolahku sehingga hari-hari itu menjadi buah bibir satu sekolah, dan tak luput sebagian kecil dari guru-guru pun mengetahuinya.

Aku menyerah?
Oh tentu tidak, rasa suka ku kepada dirinya tidak sedikitpun berkurang.. dan ada dorongan tersendiri setelah dia menolakku dengan kata itu. Aku malu, aku gengsi dan aku ingin membuktikan kepada mereka kalau aku bisa dan suatu saat pasti dia menjadi kekasihku, (hehe maklum masa SMA mental yang yaaaa seperti itulah hehe).


dhoooooooong doooooooooong dhoooooooong.. Suara Gong yang menandakan awal dari Perjuanganku D I M U L A I..

Setelah kejadian penolakan itu (kasian sekali nasibku.. hehe) aku mulai genjar berkomunikasi dengannya meski tak ada yang berubah dengan cara dia membalas atau mengangkat teleponku..
dengan berbagai cara aku lakukan agar dia merasa nyaman kepadaku, aku lakukan terus terus dan terus tanpa pernah merasa lelah..

Dalam masa-masa pengejaraanku, tidak semulus seperti beberapa sinetron ditelevisi, sangat beraaat apalagi sejak kejadian itu ada beberapa pria yang datang silih berganti untuk memperebutkan dia..
Oke, semakin seru lengkap sudah perjuanganku.

















PART III
Terakhir aku bisa menyapamu
Dengan seragam sekolah yang sama.


Teeeeg teeeeeng teeeeeeeng..
Bunyi bel yang terakhir aku dengar lengkap dengan canda teman sekelas.
Hari itu, hari dimana terakhir aku memakai seragam ini, aku selalu melewati kelasnya dengan harapan bisa bertemu bahkan menyapa dia untuk yang terakhir kali dengan seragam ini, dan akhirnya sampai detik terkahir aku mengenakan seragam ini aku tidak bisa bertemu dan menyapanya. Mungkin dia tidak mengerti tentang detik detik terakhir aku mengenakan seragam ini.

[singkatnya] aku bermasalah dengan sekolahan, dan dengan berbagai pertimbangan yang akhirnya aku harus keluar dari sekolahan ini atau tetap tinggal namun di kelas yang sama.
Dengan berbagai pertimbangan, jalan terbaik yaitu meninggalkan dan mencari sekolah baru untuk meneruskan amanat yang diberikan oleh orang tuaku untuk menimbah ilmu.
Dan semenjak kejadian itu, karena sekolahan yang baru jauh dari rumah, aku pun memutuskan untuk menempati rumah ibuku yang lama yang tak jauh dari daerah tempat sekolahanku.
***

Harum seragam baru, gerbang sekolah yang berbeda dengan seisinya yang terasa hambar. Namun harus aku lalui tanpa dia yang tercinta.
Sulit menjalani hari tanpanya lagi, walaupun kita hanya sebatas gebetan, tapi ternyata hal itu membuat kita menjadi lebih dekat. Berbulan-bulan ku nanti jawabannya untuk kesekian kalinya. Tapi ternyata jawaban itulah yang sudah dia tetapkan dan mungkin tak akan terganti, ingin hati untuk menyerah tapi sungguh baru kali ini aku menemukan sesosok wanita yang berbeda dengan wanita yang lain.
Semenjak seragam baruku, Sudah dua minggu aku tak bertemu dengan evi, bahkan aku tak berusaha menghubungi evi selama itu, bukanya tak ada waktu atau sudah jengah dengan sikap evi. aku sangat merindukanya, anya saja aku harus menahan diri. Cooling down. Dan juga aku harus meluangkan waktu untuk menjalin keakrabanku bersama teman-teman baruku.
Namun kemarin aku sempatkan menelepon. Namun tidak untuk mendengar suara evi yang kata orang “rasa rindu sedikit akan terobati jika mendengar suara orang yang dirindukan”, Aku malah menelepon Tari, salah seorang teman akrab evi yang juga kekasih temanku yang membantu saat aku ingin mengungkapkan perasaanku kepada evi.
Aku berharap dengan menghubungi Tari, aku bisa banyak bertanya tentang evi terlebih menitipkan salam untuk orang yang sangat aku rindukan, untuk orang yang tak pasti merindukanku..














PART IV
Apakah ini mimpi?
“ku tampar pelan pipi kananku”


Rasa bingung tak karuan kepadanya tak terbendung lagi, komunikasi dan keakraban kita terjalin sedemikian rupa apik tertata. Namun dia belum juga bisa menerima cintaku, “aku masih belum ingin pacaran”, ucapnya setiap kali aku menanyakan perasaanya kepadaku.
Setelah penantian panjang dan perjuanganku yang melelahkan, aku merasakan sangat lelah dengan tingkahnya yang tak sedikit berubah atau menunjukkan tanda-tanda bahwa dia akan merubah jawabnya tentang cintaku. Jujur aku bosan dengan ucapanya, aku ingin sekali dia merasakan apa yang aku rasakan.
Di ujung penantianku tentang cintanya, saat kejenuhan menghampiriku dengan ribuan alasan untuk meninggalkan dan melupakanya, namun aku harus berusaha meyakinkan cintaku kepadanya untuk yang terakhir kalinya.
 “jika kali ini aku di tolak untuk yang keseribu kali, aku akan meninggalkannya dan mencoba mengubur dalam cintaku kepadanya” gerutku dalam hati.
Kelas 3 semester akhir, pada hari-hari persiapan berlangsungnya ujian nasional, kurang lebih 3tahun aku menunggunya. Aku mencoba untuk yang kesekian kalinya menanyakan tentang perasaanya kepadaku.
Nanti malam, iya nanti malam aku berniat menanyakan tentang perasaanya kepadaku, Jam menunjukan pukul 09 malam, dan komunikasiku bersama dia masih lancar dan tidak biasanya dia menemaniku selarut ini, “ah mungkin bentar lagi juga dia bilang mau tidur”. Ucapku
15-20 menit kemudian, dan benar apa kataku.
“udah dulu ya fend, udah malam, mau tidur”. Isi pesan singkatnya.
Mungkin ini saatnya aku ingin membahas tentang kita, dan perasaanya kepadaku.
“oh, iya vi.. tapi mintak waktunya bentar kalua boleh. Aku ingin bertanya sesuatu”. balasku
“iya, apa?, pasti tentang yang itu?”. jawabnya

“hehe, iya” balasku. (hehehehehehe saking seringnya aku menanyakan hal yang sama, sampai-sampai dia sudah hafal, maklum udah ngebbet banget)

[singkatnya] dia menanyakan keseriusanku, daan akhirnyaaaaa dia mengucapkan apa yang selama ini aku idam idamkan, “iya aku juga sayang sama kamu”.
huaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa serasa melayang dan ingin terbang, dengan rasa tak percaya.

Namun aku ingin sekali mendengarkan langsung suaranya mengucapkan hal yang sangat aku tunggu-tunggu itu, akhirnya aku menelepon evi dan menanyakan kebenaran isi pesan singkat itu, dan dia mengucapkan sama persis dengan pesan yang dia kirimkan kepadaku. “aku juga saying sama kamu”

Aku tampar pipi kananku dan rasanya sakit
Ku ulangi lagi, ku tampar pipi kiriku dan rasanya sakit
Aku hentikan tamparanku karena memang iya, ini nyata dan tidak mimpi.

Perjuangan panjang yang aku lewati, krikil-krikil cadas yang menghalang telah hilang, sekarang yang tersisah hanyalah kebahagiaan, kebahagiaan, dan kebahagiaan.
***


Ku jalani hari-hariku yang sangat terasa berbeda dengan sebelumnya, hidupku terasa sangat indah, terasa hanya aku di dunia ini yang mengalami kebahagiaan ini.















PART IV
Akhir sebuah cerita


Setelah sekian lama penantianku, aku merasakan lika-liku perjalanan cintaku bersamanya. Bumbu-bumbu keindahan dan canda tawa tercipta bersamanya, haru dan tangis pun tak luput ikut serta mewarnai ceritaku, bersamanya.
Setelah perjuangan panjang yang aku jalani, keindahan yang terasa hakiki perlahan mulai memudar dengan berbagai tabrakan kondisi, situasi dan waktu. Serasa baru kemarin aku mendengarkan dia berbisik pelan ditelingaku bahwa dia juga mencintaiku dan ikhlas menerima cintaku, namun sekarang “?” sulit untuk mengucapnya.
“Kenapa kau lakukan ini?” aku bertanya kepada diriku sendiri.

Seharusnya di hari-hari ini aku memanen apa yang dulu aku tanam, apa yang dulu aku perjuangkan, namun entah hama jenis apa yang meluluh lantahkan ladang yang siap untuk aku panen.


Benih yang aku tanam,
Benih yang telah tertanam,
Benih yang telah tumbuh,
Benih yang tumbuh besar, berbunga dan berbuah.

Kegagalan panenku hari ini, sama seperti kegagalan panenku tahun kemarin..
Apa aku masih punya dan kuat untuk mencangkul lagi?
Apa dia bersedia untuk menumbuh kembangkan benih itu? Aku pesimis karena ini kegagalan panen yang ke-dua kali.













Failed Anniversary Day


Aku menatap jauh ke arah lapangan sepak bola yang ada di tengah perumahan, tepat di depan rumah kontrakan, gemericik air hujan membasari rerumputan lapangan, genjrengan gitar yang tak karuan seolah mengisyaratkan apa yang ada di dalam hatiku.
18 Desember 2015 tepat dihari yang seharusnya menjadi anniversary day untuk hubungan kami.
***

Hai.. Evi, apa kabar?

Semoga kabarmu lebih baik dari pada kabarku.
Hari ini, tepat tanggal 18 Desember dimana 3 tahun lalu aku sangat menunggu hari ini, iya hari ini, dimana kau membalas rasa sayangku kepadamu.
Aku ingin di hari ini aku memanggilmu dengan panggilan kita kemarin, “maklamper”.
Maklamper, aku ingin melihat senyummu lagi..
Andai hubungan itu tak usai, harusnya hari ini hubungan itu genap berusia 3 tahun. Sayangnya hubungan itu sudah berakhir bahkan ketika usianya kurang sedikit lagi menginjak 3th.

Sekali lagi, sayangnya hubungan itu sudah usai
Tak terasa 3 tahun berlalu begitu saja, dan entahlah kenapa aku masih menaruh rasa pada wanita berkerudung itu. Padahal selepas dengannya aku sempat beberapa kali menjalin hubungan dengan wanita lain, namun tak ada yang berbekas. Semua hubungan itu berlangsung dan berakhir begitu saja, tak ada kesan apapun.
Apa itu karena aku masih menaruh rasa padamu “maklamperku”? Ntahlah…


Sekitar 1 bulan yang lalu Kami memutuskan hubungan itu karena memang sudah merasa tak cocok satu sama lain, tapi lebih tepatnya aku yang memutuskan hubunganku denganya. Dimasa-masa genting itu evi sempat mencoba untuk bertahan dengan ribuan alasan yang memang harus ada. Namun entah kenapa berbeda dengan aku yang seolah kemasukan setan atau golongan jin, yang ingin sekali aku mengakhiri hubungan itu cuma hanya dengan satu alasan “bosan”. Tidak masuk akal memang setelah 2 tahun bersama aku masih merasakan hal ini. Namun memang itu yang aku rasakan. Ya sudahlah

Sebenarnya aku sangat tak menginginkan perpisahan itu. Jujur, saat itu aku sedang mulai sungguh-sungguh mencintainya. Saat aku mengucapkan kalimat ‘putus’, aku hancur. Namun aku mencoba untuk baik-baik saja dan menerima semuanya dengan berat hati namun akan kuhadapi.

Evi, jamah aku
Jamalah rinduku
Tak akan pernah usai cintaku padamu
Hanya kata yang lugas yang kini tersisah,
Ku ingin rasakan cintaa
Masih seperti mereka
Tulus seperti adanya
Suci seperti dirimu “maklamperku”.
Jreng.. jreeng..  jreeeeng ...
Suara gitar menutup hari itu dengan suara tak karuan mengiringi
***





Aku masih sangat hafal dengan senyumanmu
Aku masih sangat hafal bagaimana kau mengabaikan cintaku
Aku masih sangat hafal dengan semua tingkahmu
Aku masih sangat hafal..
***
Dan
itu masih
sangat jelas
Saat kau menolak cintaku
Saat kau menerima cintaku
Saat kau mempertahankan cintamu
Saat kau mempertahankan cerita kita.

“aku masih sangat menyayangimu” sesalku.


Sekarang, izinkan aku untuk mengucapnya meski kenyataanya tidak.
HAPPY ANNIVERSAY “Ma’lamperku”..




Dari,
Gerandongmu
                                                                                       


2 comments:

Unknown said...

Tragis cuk

Unknown said...

@Yudi Ajha wkwkwk mohon bersabar ini ujian