Tuesday 20 October 2015

Naskah Teater-GENERASIKU


GENERASIKU
Karya Alfanani
Di Produksi Oleh Komunitas GESIS Teater
(GEneraSi Insan Seni) Teater, Glatik Ujungpangkah Gresik
2013
GENERASIKU
Para Pemain


Orang I       : Wawan
Orang II     : Fikin
Orang III    : Tadlo
Orang IV    : Rosik
Orang V     : Munir
Orang VI    : Nia
Orang VII  : Suja’i
Orang A     : Wo’kin
Orang B     : Wiwin
Orang C     : Ana
Orang D     : Mad
Anak          : Fikri


Artistik & Hand Property
Alat-alat dan  pakaian pertanian, Keranda, Kursi, Meja, Payung Hitam, Boneka, Papan Catur, Domino. dan hal-hal lain yang bersangkutan.
Sinopsis:
Sebuah pertunjukan yang menyiratkan kisah tentang suatu generasi yang semakin hari semakin terkikis habis oleh perubahan dan kebutuhan hidup, semakin termarginalkan oleh pembangunan industri-industri yang melahap lahan sebagai tumpuan hidup para petani.
BABAK I
PANGGUNG DI PENUHI ORANG-ORANG. BAGIAN KANAN, BEBERAPA ORANG (ORANG II, III,) TERLIHAT BERMAIN DOMINO. SEDANG DI BAGIAN KIRI, DUA ORANG (IV, V) SERIUS DENGAN CATURNYA.
ORANG B DAN ANAK MUNCUL DARI ARAH BERLAWANAN. (KANAN-KIRI BAGIAN BELAKANG PANGGUNG) ANAK MEMBAWA LAYANG-LAYANG. SEDANG ORANG B MEMANGGUL BAKUL.
ORANG B      : Imam. Jangan jauh-jauh kalau bermain.
ANAK                        : Iya Mak.
ORANG B      : Imam
ANAK                        : Iya Mak. Imam dengar, Imam bermain dulu Mak. (BERGEGAS KELUAR)
ORANG B DAN ANAK KELUAR PANGGUNG. DARI BELAKANG, ORANG I BERJALAN TENGAH PANGGUNG. SEPERTI MEMBACA SEBUAH PUISI
ORANG I       : Ini tanah kelahiranku
mereka adalah aku
aku adalah mereka
dari tanah yang subur ini
apa saja bisa tumbuh
ORANG II     : (MEMOTONG) Heh. kamu itu sedang apa?
ORANG III    : Orang gila
ORANG I       : Sssssstttt… Lihat (MENUNJUK KE PENONTON) Mereka melihatku, melihatmu, juga kita semua.
ORANG II DAN III BERJALAN MENUJU PANGGUNG PALING DEPAN. MELIHAT PENONTON DENGAN MELETAKKAN TANGANNYA TEPAT DI DAHINYA.
ORANG IV    : (MENYAHUT) Mereka hanya melihat yang bisa mereka lihat. Skaaaaaak.
ORANG V     : Ah, kalah lagi. He, Kucrut (KE ORANG I) Gara-gara kamu aku kalah.
ORANG I       : Hahahaha. Dari jaman nenek moyang kita dulu, kita selalu pintar cari-cari alasan. Tapi ingat, kalah bukan berarti lemah.
ORANG V KELUAR PANGGUNG
ORANG IV    : Woe, mau kemana?
ORANG V     : Ngeples (BICARA DARI LUAR PANGGUNG)
ORANG IV    : Nemen Ciah.
ORANG II     : Sebenarnya kita ini ngapain sih?
ORANG III    : Ia. Trus, kenapa mereka melihat kita? Apa orang sepertiku ini pantas untuk dilihat?
ORANG IV    : Guoblok. Bukan hanya kamu yang mereka lihat, tapi kita semua.
ORANG I       : hehehe.. Sudah-sudah. Sesama orang goblok dilarang menggoblokkan. Jadi begini. Kita sekarang ini sedang ada dalam panggung teater kehidupan. Dimana, aku, kamu, dan kalian semua ini adalah seorang aktor.
TERDENGAR SUARA ORANG A DARI LUAR PANGGUNG “BOS. BOS.” BEBERAPA KALI.
ORANG A MASUK BERSAMAAN DENGAN MASUKNYA ORANG-ORANG YANG BERJALAN DIBELAKANG.
ORANG A     : (MENGHAMPIRI ORANG IV) Bos. Kamu itu kemana saja. Ada kabar bahagia bos.
ORANG IV    : Kabar apa?
ORANG A     : Ada gadis cantik lagi mandi di kali.
ORANG IV    : Wah yo sip itu. Ayooo budal. Nunggu apa lagi.
ORANG II     : Eh, aku ikut.
ORANG IV    : Ojo gek cilik.
ORANG II DAN III BERSAMAAN “NEMEN CIAH”.
BABAK II
TERDENGAR BUNYI SENAPAN BEBEREAPA KALI, JUGA TERIAKAN SEORANG DARI MEREKA DI LUAR PANGGUNG.
SEMUA TERHENTI SEKETIKA. ORANG-ORANG MENGUMPAT DIBELAKANG ORANG I.
ORANG I       : Tidaaaaak. (BERKALI-KALI )
ORANG-ORANG YANG BERJALAN DI BELAKANG TIBA-TIBA PELAN DAN MENUNDUK SERAYA BERKATA “HILANG SUDAH” “HABIS SUDAH” BERULANG-ULANG KALI SAMPAI SATU PERSATU KELUAR PANGGUNG
SALAH SATU DARI DARI ORANG-ORANG YANG BERJALAN DATANG KE ORANG I DENGAN SEMPOYONGAN DAN TERGELETAK LEMAS DI PANGKUAN ORANG I
MUSIK SEDIH / LAGU SYUKUR.
LAMPU MULAI MENYOROT KE TENGAH PANGGUNG. TEPAT KE TUBUH ORANG I YANG SEDANG MEMANGKU SEORANG ANAK. SEDANG ORANG II DAN III BERDIRI DI KANAN DAN KIRI.
ORANG VI MASUK DENGAN MENIMANG BONEKA. DARI ARAH BERLAWANAN DUA ORANG BERJALAN PELAN DENGAN GAYA DAN WAJAH PENUH DUKA. MEMBAWA PAYUNG HITAM. MEREKA SEPERTI BERGUMAM. “KESENGSARAAN”, “PENDERITAAN”, KETIDAKADILAN”, KEMELARATAN”, “ADALAH MAKANAN KAMI”
BEBERAPA ORANG MENGIKUTI ORANG VI. SEPERTI SEBUAH FORMASI
ORANG VI    : Anakku, cepat kau besar ya nak, agar segera kau gapai cita-citamu. Tapi awas, jangan macam-macam. Jangan kau tiru kelakuan bejat kakak-kakakmu. Kita memang orang miskin, tapi hati dan akhlak kita harus kaya. Eh, coba lihat itu (MENUNJUK KE ATAS) bulan dan bintang tersenyum melihatmu nak. Nak sebelum bapakmu meninggal, dia sempat berpesan kepada ibu. katanya; kau harus meneruskan perjuangannya.
ORANG I BERJALAN KE DEPAN PANGGUNG. BERSAMAAN DENGAN BERJALANNYA ORANG I. ORANG II DAN III MENGANGKAT ANAK KELUAR.
ORANG I       : Apa yang kau lihat? Apa ini adegan yang menarik untuk kau simak? Hari ini kau melihat satu orang kami terkapar, mungkin besok, kau akan melihat puluhan bahkan ratusan orang-orang semacam kami tergeletak dijalan-jalan, di trotoar-trotoar, digedung-gedung baru yang setiap bulan kau bangun.
BEBERAPA ORANG MEMAKSA DAN MENYERET ORANG I UNTUK KELUAR.
                        Inilah generasi kami, generasi dari keringat bumi pertiwi. Generasi yang melahirkan putra-putra pemangku bangsa. Generasi yang menopang kebutuhan dasar manusia. Generasiku meliharkan generasimu, tapi generasimulah yang mengubur Generasiku.
BLACK OUT
BABAK III
PANGGUNG SEPI. HANYA ADA ORANG B YANG BERJALAN GELISAH MENCARI ANAKNYA DAN ORANG VII SEPERTI MENULIS SEBUAH CERITA.
ORANG B      : Imam. (BEBERAPA KALI), hari sudah malam nak, kenapa kau tak kunjung pulang? Imam, kau dimana Nak, Ibu khawatir dengan keadaanmu. Katamu kau tidak akan bermain jauh-jauh, tapi sudah sejauh ini ibu cari, kau masih tak kunjung ibu temui. Imam, Imam, Imam. (SUARA MASIH TERDENGAR WALAU ORANG B SUDAH DI LUAR PANGGUNG)
ORANG VII  : Begitu kiranya. Sedikit demi sedikit penerus orang-orang semacam kami lama-lama berkurang. Mungkin beberapa ratus tahun ke depan akan hilang. Entah bagaimana mulanya. Yang aku ingat, Dulu, semasa remaja aku dan teman-teman sebayaku begitu bersemangat. Ya. Kami berkelahi dengan ladang. Pagi, siang sore. Tapi semenjak para penjajah ini (MEMEGANG HAPE) datang, Juga wabah virus malu yang merajalela, saat itu sudah tak lagi kutemui semangat-semangat baru dalam diri mereka.
ORANG C      : Pak, sudah malam. Sebaiknya Bapak istirahat. Ingat kata dokter, Bapak masih belum sembuh benar.
ORANG VII  : Tanggung, sebentar lagi selesai Bu.
ORANG C      : Diselesaikan besok kan bisa Pak. Apa Bapak mau penyakit Bapak kambuh lagi? Mari pak.
ORANG B MENGANTARKAN SUAMINYA (ORANG VII) KELUAR.
BERSAMAAN DENGAN KELUARNYA ORANG C DAN ORANG VII, MASUK ORANG-ORANG MEMBAWA KERANDA. SEMUA ORANG BERJEJER DI BELAKANG KERANDA. ORANG D MEMBACAKAN SESUATU.
ORANG D     : Para hadirin semua yang saya hormati. Sebelumnya, izinkan saya untuk mengucapkan satu dua kalimat sebelum kita melanjutkan prosesi ini. Pertama, saya sangat prihatin dengan kondisi yang menimpa kita saat ini. Tapi meskipun begitu, tak sepatutnya hal ini menjadikan kita berlarut-larut dalam kesedihan dan akibatnya, kitapun lemah. ke dua, kita seharusnya berbahagia. Sebab Tuhan mengambilnya bukan karena benci, melainkan cinta. Dan yang terakhir, yang harus kita sadari adalah, apapun yang bersumber dariNya akan kembali padaNya. Terimakasih dan Wassalam  
ORANG-ORANG TABLO. SUNYI. SEPI. LAMPU REDUP PERLAHAN.
BLACK OUT
END

No comments: