Tuesday 27 October 2015

Otoritas Jasa Keuangan



MAKALAH
OJK (Otoritas Jasa keuangan)
Diajukan untuk memenuhi Tugas Mata kuliah Administrasi Keuangan dan Perbankan





Oleh :
Mohammad Irfan Effendi
138314057


UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
FAKULTAS EKONOMI
PENDIDIKAN ADMINISTRASI PERKANTORAN
2015





BAB I

PENDAHULUAN



Latar Belakang
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga negara yang dibentuk berdasarkan UU Nomor 21 Tahun 2011 yang berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. OJK adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan.
OJK didirikan untuk menggantikan peran Bapepam-LK dalam pengaturan dan pengawasan pasar modal dan lembaga keuangan, dan menggantikan peran Bank Indonesia dalam pengaturan dan pengawasan bank, serta untuk melindungi konsumen industri jasa keuangan.

Rumusan Masalah
1.      Bagaimana tugas, tujuan, dan wewenang OJK ?
2.      Bagaimana struktur organisasi OJK ?
3.      Bagaimana perkembangan perbankan syariah tahun 2013 ?

Tujuan
1.      Untuk mengetahui tugas, tujuan, dan wewenang OJK
2.      Untuk mengetahui struktur organisasi OJK
3.      Untuk mengetahui perkembangan perbankan syariah tahun 2013














BAB II
PEMBAHASAN

Visi dan Misi serta Tujuan OJK (Otoritas Jasa Keuangan)

Ojk (Otoritas Jasa keuangan) sebagai menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. mempunyai visi dan misi sebagai berikut:

VISI
Visi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah menjadi lembaga pengawas industri jasa keuangan yang terpercaya, melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat, dan mampu mewujudkan industri jasa keuangan menjadi pilar perekonomian nasional yang berdaya saing global serta dapat memajukan kesejahteraan umum.

MISI
  1. Mewujudkan terselenggaranya seluruh kegiatan di dalam sektor jasa keuangan secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel;
  2. Mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil;
  3. Melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.

TUJUAN
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan:
  1. Terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel,
  2. Mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan
  3. Mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.
FUNGSI
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mempunyai fungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di sektor jasa keuangan.



TUGAS dan WEWENANG
            Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mempunyai tugas melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan, sektor Pasar Modal, dan sektor IKNB, contoh lainnya sebagai berikut.
OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap:
  1. kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan
  2. kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal
  3. kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya.
Untuk melaksanakan tugas pengaturan, OJK mempunyai wewenang:
  1. menetapkan peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini
  2. menetapkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
  3. menetapkan peraturan dan keputusan OJK
  4. menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan;
  5. menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK
  6. menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu
  7. menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada Lembaga Jasa Keuangan
  8. menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban
  9. menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
Untuk melaksanakan tugas pengawasan, OJK mempunyai wewenang :
  1. menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan
  2. mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif
  3. melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan Konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan
  4. memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau pihak tertentu
  5. melakukan penunjukan pengelola statuter
  6. menetapkan penggunaan pengelola statuter
  7. menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan
  8. memberikan dan mencabut :
    1. izin usaha
    2. izin orang perseorangan
    3. efektifnya pernyataan pendaftaran
    4. surat tanda terdaftar
    5. persetujuan melakukan kegiatan usaha
    6. pengesahan
    7. persetujuan atau penetapan pembubaran
    8. penetapan lain, sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.

Struktur organisasi OJK
Struktur Ojk sendiri terdiri atas :
  1. Dewan Komisioner OJK
  2. Pelaksana Kegiatan Operasional
Struktur Dewan Komisioner terdiri atas :
  1. Ketua merangkap anggota
  2. Wakil Ketua sebagai Ketua Komite Etik merangkap anggota
  3. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan merangkap anggota
  4. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal merangkap anggota
  5. Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya merangkap anggota
  6. Ketua Dewan Audit merangkap anggota
  7. Anggota yang membidangi Edukasi dan Perlindungan Konsumen
  8. Anggota Ex-officio dari Bank Indonesia yang merupakan anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia
  9. Anggota Ex-officio dari Kementerian Keuangan yang merupakan pejabat setingkat Eselon I Kementerian Keuangan.
Pelaksana kegiatan operasional terdiri atas :
  1. Ketua Dewan Komisioner memimpin bidang Manajemen Strategis I
  2. Wakil Ketua Dewan Komisioner memimpin bidang Manajemen Strategis II
  3. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan memimpin bidang Pengawasan Sektor Perbankan
  4. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal memimpin bidang Pengawasan Sektor Pasar Modal
  5. Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya memimpin bidang Pengawasan Sektor IKNB
  6. Ketua Dewan Audit memimpin bidang Audit Internal dan Manajemen Risiko
  7. Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen memimpin bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen.

DEWAN KOMISIONER

            Dewan Komisioner adalah pimpinan tertinggi OJK yang bersifat kolektif dan kolegial. Dewan Komisioner beranggotakan 9 (sembilan) orang anggota yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Susunan Dewan Komisioner terdiri atas:
  1. seorang Ketua merangkap anggota
  2. seorang Wakil Ketua sebagai Ketua Komite Etik merangkap anggota
  3. seorang Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan merangkap anggota
  4. seorang Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal merangkap anggota
  5. seorang Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya merangkap anggota
  6. seorang Ketua Dewan Audit merangkap anggota
  7. seorang anggota yang membidangi edukasi dan perlindungan Konsumen
  8. seorang anggota Ex-officio dari Bank Indonesia yang merupakan anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia
  9. seorang anggota Ex-officio dari Kementerian Keuangan yang merupakan pejabat setingkat eselon I Kementerian Keuangan.
NILAI – NILAI STRATEGIS OTORITAS JASA KEUANGAN
·         Integritas
Integritas adalah bertindak objektif, adil, dan konsisten sesuai dengan kode etik dan kebijakan organisasi dengan menjunjung tinggi kejujuran dan komitmen.
·         Profesionalisme
Profesionalisme adalah Bekerja dengan penuh tanggung jawab berdasarkan kompetensi yang tinggi untuk mencapai kinerja terbaik.
·         Sinergi
Sinergi adalah berkolaborasi dengan seluruh pemangku kepentingan baik internal maupun eksternal secara produktif dan berkualitas.
·         Inklusif
Inklusif adalah terbuka dan menerima keberagaman pemangku kepentingan serta memperluas kesempatan dan akses masyarakat terhadap industri keuangan.
·         Visioner
Visioner adalah memiliki wawasan yang luas dan mampu melihat kedepan (Forward Looking) serta dapat berpikir di luar kebiasaan (Out of The Box Thinking).

KODE ETIK
Kode Etik OJK adalah norma dan azas mengenai kepatutan dan kepantasan yang wajib dipatuhi dan dilaksanakan oleh seluruh Anggota Dewan Komisioner, Pejabat, dan Pegawai OJK dalam pelaksanaan tugas.
Komite Etik adalah organ pendukung Dewan Komisioner yang bertugas mengawasi kepatuhan Dewan Komisioner, Pejabat, dan Pegawai OJK terhadap Kode Etik.
Nilai Dasar Kode Etik OJK ini dicerminkan dalam perilaku yang sesuai dengan Nilai Strategis Organisasi OJK yakni Integritas, Profesionalisme, Transparansi, Akuntabilitas, Sinergi, dan Kesetaraan.

PERKEMBANGAN PERBANKAN SYARIAH TAHUN 2013
 Perkembangan perekonomian Indonesia tahun 2013 menghadapi tantangan yang cukup signifikan terutama bersumber dari perubahan situasi global yang sebelumnya menguntungkan Indonesia. Perubahan dimaksud antara lain berkurangnya pasokan likuiditas ke negara-negara berkembang seiring pengurangan stimulus moneter negara maju, yang diikuti perlambatan pertumbuhan emerging market seperti China dan India yang memicu penurunan harga komoditas disamping menekan permintaan ekspor dari Indonesia. Tantangan tersebut menimbulkan ketidakseimbangan Neraca Pembayaran Indonesia serta tekanan depresiatif terhadap nilai tukar rupiah yang diikuti pula oleh kenaikan tekanan inflasi.
Di tengah situasi tersebut, pertumbuhan PDB (riil) yang dicapai pada tahun 2013 dipandang masih cukup baik yaitu 5,8% (yoy), dengan defisit transaksi berjalan mencapai 3,3% PDB. Sedangkan inflasi tercatat sebesar 8,4% (yoy) atau berada diatas target Pemerintah dan Bank Indonesia. Tekanan eksternal dan inflasi tersebut berdampak pada melambatnya investasi yang pada tahun sebelumnya justru menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi. Namun demikian pertumbuhan ekonomi dalam periode laporan masih didukung oleh ekspor yang meningkat dibandingkan tahun sebelumnya seiring depresiasi rupiah, disamping konsumsi rumah tangga yang masih tumbuh cukup tinggi. Secara sektoral, pertumbuhan tersebut ditopang oleh meningkatnya pertumbuhan sektor terkait penyediaan jasa terutama jasa pengangkutan dan komunikasi. Sementara sektor utama lainnya seperti sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR), sektor manufaktur dan konstruksi mengalami perlambatan yang antara lain dipengaruhi oleh kenaikan biaya produksi, termasuk yang bersumber dari impor, meskipun masih cukup mendukung pertumbuhan PDB nasional. 
Sepanjang tahun 2013 ketahanan sistem keuangan, khususnya perbankan relatif terjaga meskipun kinerjanya sedikit menurun seiring perlambatan pertumbuhan ekonomi. Ekspansi kredit perbankan nasional mencapai 21,4% (yoy) atau sedikit melambat dari tahun 2012 sebesar 23,1% (yoy), antara lain karena dampak kenaikan inflasi dan penerapan kebijakan Loan To value (LTV) pada kredit konsumsi. Meski demikian, kinerja intermediasi masih positif tercermin dari peningkatan kontribusi kredit ke sektor produktif dari 70,5% pada tahun sebelumnya, menjadi 72,4% pada periode laporan, disamping peningkatan LDR dari 83,8% menjadi 89,9%. Peningkatan LDR tidak dapat dilepaskan dari kinerja penghimpunan dana yang menurun seiring makin ketatnya persaingan penghimpunan dana pihak ketiga disertai kenaikan biaya dana antara lain sebagai respon atas kenaikan BI rate. Pertumbuhan dana pihak ketiga perbankan tercatat menurun dari 15,8% (yoy) tahun 2012 menjadi 13,6% (yoy) pada tahun 2013. 
            Kenaikan biaya dana selanjutnya berdampak pada penurunan NIM perbankan dari 5,5% pada tahun 2012 menjadi 4,9% pada akhir 2013. Namun demikian, bank-bank berhasil menekan biaya overhead dan meningkatkan.
pendapatan non operasional, sehingga tingkat efisiensi yang dicapai relatif stabil, tercermin dari rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional sebesar 74,0% dibandingkan 74,2% pada tahun sebelumnya. Sebagai dampaknya, profitabilitas perbankan sedikit membaik, tercermin dari adanya peningkatan laba bersih. 
Sementara itu ketahanan permodalan bank menghadapi potensi peningkatan risiko dan kerugian masih tergolong memadai, sekalipun ekspansi kredit yang terjadi masih cukup tinggi. Hal ini diindikasikan oleh rata-rata Capital Adequacy Ratio (CAR) yang meningkat dari 17,3% tahun 2012 menjadi sebesar 18,4%. Adapun, likuiditas bank dalam mengantisipasi penarikan dana secara umum masih mencukupi, meskipun sedikit turun untuk mendukung ekspansi kredit. Kondisi tersebut tercermin dari rasio alat likuid terhadap non-core deposit yang menurun ke kisaran 90%, masih diatas threshold 50%.
Sejalan kondisi industri perbankan nasional, perlambatan pertumbuhan ekonomi juga mempengaruhi laju pertumbuhan perbankan syariah. Aset perbankan syariah yang terdiri atas Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) tercatat sebesar Rp248,1 triliun pada tahun 2013 atau tumbuh 24,2% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan tahun sebelumnya 34,0% (yoy). Tantangan yang dihadapi perbankan syariah diperkirakan tidak terkait langsung dengan tekanan eksternal yang bersumber dari depresiasi nilai tukar, penurunan harga komoditas dan penurunan permintaan ekspor mengingat eksposur yang masih terbatas. Sebagai informasi, alokasi pembiayaan dalam valuta asing (valas)  masih terbatas sekitar 5,9%, demikian pula alokasi pembiayaan untuk sektor yang relatif sensitif terhadap harga komoditas internasional seperti pertanian dan pertambangan yang baru mencapai 3,7%. Namun demikian, tantangan dalam persaingan memperebutkan dana pihak ketiga tampaknya cukup mempengaruhi pertumbuhan perbankan syariah.
Meskipun mengalami perlambatan, laju pertumbuhan aset perbankan syariah tersebut tetap lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan aset perbankan secara nasional, sehingga pangsa perbankan syariah secara keseluruhan dengan memasukkan BPRS terhadap industri perbankan nasional meningkat dari 4,61% menjadi 4,93%. Selain itu, pertumbuhan aset tersebut tetap diikuti pelaksanaan fungsi intermediasi yang optimal. Hal ini tercermin pada tren pertumbuhan dan nominal pembiayaan BUS dan UUS yang lebih tinggi dibandingkan dana pihak ketiga. Pada akhir 2013 pembiayaan BUS dan UUS tercatat sebesar Rp188,6 triliun, sementara dana pihak ketiga yang dihimpun mencapai Rp187,2 triliun, sehingga financing to deposit ratio perbankan syariah tetap relatif tinggi. Pada kelompok BUS misalnya, financing to deposit ratio tercatat sebesar 95,9% pada akhir periode laporan.  
Secara regional, perkembangan perbankan syariah yang cukup pesat terjadi di sejumlah daerah. Hal tersebut tercermin dari pertumbuhan kegiatan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) dan penyaluran pembiayaan yang masih cukup tinggi antara lain di beberapa propinsi di kawasan Kalimantan dan Jawa-Bali-Nusa Tenggara yang melebihi laju pertumbuhan perbankan syariah secara nasional. Namun demikian sejumlah propinsi khususnya di kawasan Sumatra menunjukan pertumbuhan yang relatif rendah dibandingkan industri. Secara proporsi, perkembangan perbankan syariah masih terkonsentrasi di wilayah DKI Jakarta. Namun proporsi pembiayaan yang disalurkan di wilayah ibu kota yang mencapai 40,1% relatif lebih rendah dibandingkan proporsi dana yang dihimpun di DKI Jakarta sebesar 46,6%, hal mana mencerminkan keberpihakan perbankan syariah terhadap pengembangan perekonomian di luar wilayah ibu kota.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
OJK (otoritas Jasa keuangan) seuatu lembaga negara yang menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. Sekaligus memiliki tugas dan wewenang. OJK sendiri mengusung Struktur organisasi yang terdiri dari Dewan Komisioner OJK dan Pelaksana Kegiatan Operasional.
Secara Regional, Perkembangan perbankan syariah yang cukup pesat terjadi di sejumlah daerah. Hal tersebut tercermin dari pertumbuhan kegiatan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) dan penyaluran pembiayaan yang masih cukup tinggi antara lain di beberapa propinsi di kawasan Kalimantan dan Jawa-Bali-Nusa Tenggara yang melebihi laju pertumbuhan perbankan syariah secara nasional.
Secara proporsi, perkembangan perbankan syariah masih terkonsentrasi di wilayah DKI Jakarta. Namun proporsi pembiayaan yang disalurkan di wilayah ibu kota yang mencapai 40,1% relatif lebih rendah.

Daftar Pustaka :
Undang-undang Republik Indonesia Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK (Otoritas jasa Keuangan)

No comments: